Bocah SD Pindah ke SLB Akibat Dibully, Ini Reaksi Kemendikbud

POJOKPOLITIK.COM- Viral di media sosial, kisah seorang bocah siswa SD terpaksa pindah ke Sekolah Luar Biasa (SLB) karena sering dibully oleh teman temannya.
Kasus ini mencuat setelah sorang pria pemilik akun @bagussatria727 mengunggah sebuah video ke akun instagram miliknya.
Dalam video tersebut terlihat seorang anak tengah diantarkan ayahnya menuju sekolah dengan berjalan kaki kurang lebih sejauh 2 km. Pengunggah video sempat heran lantaran biasanya anak yang bersekolah di SLB itu hanya anak berkebutuhan khusus.
Saat ditemui, sang anak ternyata normal dan dapat berkomunikasi dengan baik. Hal tersebut menyebabkan @bagussatria727 curiga mengapa sang anak harus sekolah di SLB.
"Kenapa sekolah di SLB?" tanya @bagussatria727
"Di SD sering diganggu sama temen saya," jawab siswa SD itu.
"Diganggu? Kok malah minta di SLB?" tanya @bagussatria727.
"Ya sering diganggu. Lagi nulis gitu, kertasnya disobek sobek," ungkap sang ayah.
"Enggak lapor guru?" tanya @bagussatria727.
"Anaknya bandel, enggak ada kapoknya," tukas sang ayah.
@bagussatria727 mengingatkan sang anak untuk terus semangat belajar. Semoga kelak, dia mengharapkan, anak tersebut bisa bersekolah dengan laik.
"Sekolah yang semangat. Besok bisa sekolah yang lebih baik," tutupnya.
Menanggapi kisah bocah tersebut, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset Teknologi (Kemendikbud-Ristek) turut mengecam dan akan segera memberikan sanksi kepada sekolah yang membiarkan adanya perundungan terhadap bocah itu
Plt Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbudristek Anang Ristanto menuturkan, pihaknya telah mengeluarkan Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Tujuannya, untuk menciptakan kondisi proses pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Serta menghindarkan semua warga sekolah dari unsur-unsur atau tindakan kekerasan.
"Permendikbud ini juga mengatur sanksi yang bisa dikenakan terhadap peserta didik yang melakukan tindakan kekerasan, atau sanksi terhadap satuan pendidikan dan kepala sekolah, jika masih terdapat praktik kekerasan di lingkungan sekolahnya," ujar Anang Rabu (31/5/2023).
Anang mengatakan, Kemendikbudristek secara tegas mengecam tiga dosa besar di dunia pendidikan yaitu kekerasan seksual, intoleransi, dan perundungan.
Serta bekerja sama dengan pemangku kepentingan terus berkomitmen untuk memberantas praktik-praktik tiga dosa besar di lingkungan pendidikan. (*)
Komentar