Aktivis Perempuan Angkat Suara Terkait Kontroversi Pengukuran Lahan PT KAI di Simalungun

Pojokpolitik.com
Share:

 

Aktivis Perempuan asal Simalungun Putri Dwi Kusuma soroti kontroversi pengukuran lahan di Nagori Perkataan antara PT KAI dan masyarakat. (Foto : Istimewa) 

POJOKPOLITIK.COM- Kontroversi yang terjadi akibat pengukuran lahan di Nagori Perlanaan, Kecamatan Bandar, Kabupaten Simalungun antara PT KAI dan masyarakat pemilik lahan kini mendapat berbagai sorotan. 

Pasalnya warga juga telah memprotes keras melalui kantor desa Perlanaan, pada Rabu (19/6/2024) silam.

Polemik ini pun mendapat perhatian serius dari Aktivis Perempuan asal Simalungun Putri Dwi Kusuma. 

Mahasiswi program studi pengembangan masyarakat fakultas dakwah dan komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta ini menilai, seharusnya pengulu atau kepala desa sebagai pimpinan harus lebih teliti dan jeli terhadap surat yang di layangkan oleh PT KAI.

“Karena jabatan yang diemban itu sangat berpengaruh dengan kemanan dan ketertiban masyarakat. Apalagi ini masalah keberlangsungan hidup, mereka tidak boleh semena mena dalam mengambil kebijakan, dan otoriter terhadap kebijakannya,” ujar wanita yang akrab disapa Putri itu, kepada Pojokpolitik.com, Rabu (26/6/2024). 

Lebih lanjut aktivis Perempuan lahir dan di besarkan di huta Vl pasar pagi perlanaan kecamatan Bandar itu memaparkan bahwa apa yang membuat masyarakat marah ialah kepala desa membuat kesepakatan sendiri dengan pihak KAI, tanpa adanya musyawarah dengan masyarakat.

“Surat kesepakatan yang berisikan 7 lembar sudah ditandatangani oleh kepala desa, dan ketika dipertanyakan masyarakat apa itu isi suratnya? Kepala desa menjawab tidak tahu, beliau hanya menyampaikan kata maaf dan khilaf,” terangnya. 

Putri menilai Kepala desa dalam mengambil keputusan sepihak tanpa melakukan musyawarah mufakat terhadap masyarakat. 

Padahal sebutnya, posisi kepala desa sebagai prinsip kepemimpinan kepala desa, Berdasarkan UU No. 6 tahun 2014 Pasal 26, Kepala Desa adalah bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.

“Bahwasanya kepala desa dalam kewenangan, harus musyawarah mufakat tetapi dalam hal ini kepala desa mengambil sepihak tanpa adanya musyawarah mufakat,” ungkapnya. 

Putri menganalisa bahwa kericuhan di barengi dengan demonstrasi yang di lakukan oleh warga Perlanaan di balai kantor desa Nagori Perlanaan di picu akibat pematokan plang kepemilikan tanah oleh PTKAI.

Akibat dari hal tersebut masyarakat Perlanaan menanyakan kepada pihak kepala desa. 

Tidak berujung menghasilkan penyelesaian maka pada Rabu 19 Juni 2024 pemerintah Nagori Perlanaan mengadakan dialog langsung oleh masyarakat dan dihadiri oleh camat bandar, kepala desa, dan kepala stasiun PT Kreta Api Perlanaan.

“Ini menjadi persoalan yang rumit dikarenakan PTKAI memasang plang kepemilikan tanah tanpa adanya sosialisasi kepada masyarakat sehingga masyarakat kebingungan akan hal itu dan melakukan protes di kantor balai desa Perlanaan,”ucapnya. 

Di samping itu kepala desa Perlanaan, Tri Jaka ketika di mintai keterangan terkait plang tersebut beliau mengakui kekhilafannya atas penandatanganan surat yang di duga persetujuan atas aset PT KAI yang dengan PT KAI dibuktikan dengan Peta kepemilikan atas tanah tersebut. 

Lantas banyak masyarakat yang protes dikarenakan mereka sudah tinggal di situ puluhan tahun dan ada juga yang sudah memiliki sertifikat atas tanahnya tersebut.

“Ini yang menjadi timbulnya kericuhan di tengah masyarakat sehingga timbulnya kericuhan di dalam masyarakat sehingga pertemuan di balai nagori tanpa menimbulkan penyelesaian sama sekali, akibat memanasnya masyarakat atas penjelasan dari pihak PT KAI dan kepala desa,”pungkasnya

Ada dugaan juga dari masyarakat bahwa ada unsur loby loby-an atau unsur KKN antara pihak PTKAI dan kepala desa. 

"Ini harus segera di selesaikan karena banyak masyarakat yang di rugikan atas tanahnya sendiri, maka dari itu pemerintah harus bijak dalam mengambil setiap kebijakan agar masyarakat tidak tertindas dan tidak mendapatkan keadilan," katanya. 

Warga juga diketahui terus menuntut agar Tri Jaka sebagai kepala desa Perlanaan turun dari jabatanya karena diduga tidak mengayomi warganya. (*) 

Share:
Komentar

Berita Terkini