Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Indraza Marzuki Rais. (Foto : Int) |
POJOKPOLITIK. COM- Penyaluran KIP untuk Pilkada dinilai dapat menghadirkan konflik kepentingan.
Ombudsman Republik Indonesia tak tinggal diam dan menyoroti hal tersebut.
Ombudsman menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan, Kejaksaan atau Polisi bisa turun tangan bila ada indikasi penyimpangan anggarannya.
Seperti dikutip kantor berita ANTARA, Ombudsman RI juga mempertanyakan standar moralnya.
"Oh itu banyak. Tak hanya KIP, ada juga beberapa lainnya. Ini yang perlu dipertanyakan, apakah secara moral patut? Bukankah itu sarat dengan konflik kepentingan dan lainnya," kata Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Indraza Marzuki Rais di Jakarta, kemarin.
Penegasan itu terkait dengan pernyataan Founder Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pendidikan Fuad Adnan sebelumnya bahwa pihaknya mengkritisi model penyaluran KIP Kuliah jalur aspirasi anggota DPR di sejumlah daerah untuk kepentingan Pilkada 2024 dan elektoral lainnya.
LBH Pendidikan bahkan menyebut cara penyaluran beasiswa berbau politis ini melanggar ketentuan Permendikbud Nomor 10 Tahun 2020 tentang Program Indonesia Pintar.
Indraza melanjutkan, tak hanya secara moral dan etika, praktik semacam itu patut dipertanyakan prosedurnya.
"Apakah KIP Kuliah jalur aspirasi oleh DPR ini sudah benar secara prosedur?" ucapnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, pihak terkait perlu mempertegas dan memperjelas prosedurnya seperti apa.
Ia juga menilai publik seharusnya melakukan perlawanan dengan cara tidak melayani tindakan yang tidak patut ini.
"Sanksinya tentu juga secara moral. Publik bisa saja menghukumnya dengan tidak memilih kepentingan elektoral dari anggota DPR tersebut," tegasnya.
Ditanya, apakah institusi lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi layak melakukan penyelidikan karena potensi penyalahgunaan ini juga menggunakan dana APBN yang nota bene uang rakyat, Indraza menegaskan, bisa aja jika ditemukan indikasi penyimpangan anggaran. Bahkan jaksa dan polisi bisa turun tangan juga.
"Itu silahkan, urusan penegak hukum untuk masuk atau tidak. Tapi dari sisi kepentingan moral dan kepatutan jelas ada yang salah," katanya.
Sebelumnya, Staf Khusus (Stafsus) Presiden Billy Mambrasar juga mengkritisi program KIP Kuliah ini karena diduga kerap dimanfaatkan untuk kepentingan elektoral anggota DPR dan bahkan kepentingan elektoral keluarganya yang tengah mengikuti momentum pilkada.
“Siapa yang dapat menjamin dan mencegah agar DPR tidak subjektif dan hanya memberikan program KIP Kuliah jalur aspirasi mereka ini, kepada hanya orang-orang yang memilih mereka saat Pileg, atau buruknya, kerabat, serta kenalannya saja,” kata Billy.
Menurut Billy, dirinya khawatir dengan subjektivitas DPR dalam memilih calon pendaftar KIP Kuliah banyak tidak tepat sasaran.
Karena itu, tambahnya, masyarakat Indonesia yang secara ekonomi kurang mampu dan membutuhkan, bakal kehilangan kesempatan untuk mendapatkan manfaat program ini. (*)