Menteri Keuangan Sri Mulyani ungkap penyebab sejumlah BUMN sakit. (Foto : Wikipedia) |
POJOKPOLITIK. COM- Beberapa waktu belakangan ini, kondisi keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus memburuk atau diistilahkan dengan ungkapan BUMN Sakit.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mengungkapkan penyebab memburuknya kondisi keuangan BUMN tersebut.
Sri Mulyani menyebutkan, kondisi ini bisa disebabkan karena kesalahan manajemen maupun sektor usaha yang tidak strategis.
Hal itu disampaikannya dalam Rapat Kerja (Raker) Bersama Komisi XI DPR RI.
Bahkan, menurut Sri Mulyani dengan posisi saat ini, BUMN tersebut berkemungkinan untuk ditutup.
"Mungkin juga karena mismanagement sudah lama dan sektor tersebut tidak menjadi sektor yang strategis atau penting. Dalam hal ini, tidak harus dimiliki pemerintah atau bahkan seharusnya bisa ditutup dan dilikuidasi," kata Sri Mulyani di Senayan, Jakarta Selatan, Senin (1/7/2024).
Para BUMN-BUMN sakit ini pun nantinya kan dimasukkan ke dalam Klaster D Non Core.
Hal ini selaras dengan rencana pemerintah dalam melakukan klasterisasi atas perusahaan-perusahaan pelat merah berdasarkan pada tingkat performa keuangan dan mandate pemerintah yang diberikan.
"Non Core ini teoritis pemerintah seharusnya tidak masuk dan memiliki, karena ini sebetulnya dari sisi mandat pembangunannya kecil sekali dan performancenya tidak bagus," ujarnya.
Secara keseluruhan, akan ada empat klaster BUMN yang terbagi ke dalam kuadran. Ini terdiri atas Klaster A Strategic Value and Welfare Creator di Kuadran 2, Klaster B Strategic Value di Kuadran 1, Klaster C Surplus Creator di Kuadran 4, dan Klaster D Non Core di Kuadran 3.
Menurutnya, pembagian perusahaan-perusahaan pelat merah ke dalam kuadran ini juga membantu Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dalam mempertimbangkan Penyertaan Modal Negara (PMN) bagi BUMN.
Di sisi lain, hingga saat ini Sri Mulyani masih melakukan pendalaman tas daftar BUMN yang masuk ke dalam posisi 'sakit' ini.
Ia mencatatkan, setidaknya total ada 76 BUMN di RI, termasuk yang berada dalam holding.
"Serta evaluasi dan memberikan dukungan dan catatan terhadap holdingisasi Kementerian BUMN terhadap BUMN-BUMN itu. Nanti saya sampaikan, karena secara indikatif sudah ada, tapi belum bisa kami berikan secara eksplisit hari ini," tegasnya.
Pasalnya, pembahasan atas klasterisasi BUMN ini perlu berkoordinasi secara mendalam dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF).
Di samping itu, diskusi terkait hal ini baru dilakukan sekali Bersama Komisi XI.
Kemenkeu juga masih melakukan validasi tas parameter-parameternya. (*)